Thursday, June 18, 2009

almost lover

Hari ini adalah hari yang surprising banget buat genk kami.

Katrina, salah satu teman main pas jaman kuliah yang menghilang setelah lulus, ya, benar-benar menghilang seperti... hilang. Nggak dengan facebook, bahkan friendster-pun nggak. Beritanya adalah, ia akhirnya kembali menghubungi kami.

Jadi, ceritanya, setelah lulus S1, Keti, begitu ia biasa dipanggil dulu, melanjutkan S2 di Australia, ngambil bisnis atau apalah. Saat ini ia sudah menyelesaikan studinya, bahkan sudah bekerja disana. Ia kembali untuk.. ya, apalagi kalau bukan...

Menikah. Betul sekali!

Keti, dulu cukup terkenal nggak suka laki-laki. Bukan berarti ia lesbian, bukan. "Emang penting ya, punya pacar?", begitu jawabnya setiap kali ditanyai soal laki-laki.

Kami sama sekali nggak bermaksud kepo*, atau sok laku, atau apapun. Kami hanya ingin tahu kenapa ia sama sekali tidak pernah tertarik pada laki-laki. Ikut ambil bagian dalam pembicaraan seputar laki-laki pun nggak.

"Jam 11 gue, pake topi merah, lucu. Sumpah.", Bebe menyeruput es kelapa mudanya.
Fanny yang duduk disebelah Bebe tergelak, "Berondong gitu?"
Aku yang duduk dihadapan mereka berdua meregangkan tanganku tinggi-tinggi ke atas, lalu memutar badanku seperti sedang sangat pegal. "Looks yummy but need extra extra thick butter."
Bebe memberikan senyum penuh arti tanda setuju.
Keti tetap saja asyik dengan bakmi ayamnya.

Bahkan sekelas Christian Sugiono-pun baginya hanya "lumayan". Sakit.

"Gue bukan lesbian." Tegasnya saat itu.

Oke deh. Hidup didunia selama 20 tahun tanpa pernah tertarik pada laki-laki sedikit pun harusnya bisa jadi tanda-tanda ada yang 'salah'. Ya ngga sih?

"Hmm. Dia baik." Keti, maksudnya Kat, begitu ia dipanggil sekarang, saat ku tanya apa yang ia lihat dari tunangannya ini.
".... just it?"
"Yaah, ngga laaah, gue baru ketemu orang nih, cuma dia doang yang bisa bikin gue kaya gini.." matanya berbinar. "Dia ngerti banget how to treat me."
"Keren.", kataku singkat.
"Maksudnya?"
"Yaa, ngga banyak cowok yang sepinter itu. Memperlakukan wanita dengan baik, maksudnya."
Ia tersenyum. "Mario ngebuat gue.. jatuh cinta setiap kali gue nginget dia.. and the day he proposed me was... beautiful. I'm in love, Na."

Wow. Bo. You know what i mean, eh?

"Glad to know that you're actually not a lesbian." Aku tersenyum usil.

Beberapa saat kemudian, Bebe dan Fanny bergabung dan Kat menceritakan kisahnya dengan Mario kembali tanpa keberatan sedikit pun. Padahal dulu nih, kalau kita nanya berulang-ulang, bisa kena damprat sama dia. Ngulang sekali pun dia ogah!

Amazed on what LOVE can actually do? you should.

Kat berubah. Ia banyak tertawa sekarang, dan pada saat ia melakukannya, ia benar-benar tertawa. Bukan cuma sunggingan basa-basi aja, seperti apa yang ia selalu lakukan dulu. Harus kuakui, Kat terasa lebih 'hidup' sekarang. Dan itu menjadikan ia terlihat lebih menarik.

Aku memperhatikan Kat lebih detil lagi. Kuku yang terbentuk cantik dengan sapuan french manicure, dengan sebuah cincin berlapis emas putih melingkar dengan indah di jari manisnya. Little black dress-nya terlihat sempurna di tubuh rampingnya. Walaupun rambutnya tetap pendek, dan make up yang digunakannya tidak tebal, Katrin yang tomboy sudah mati!

Ups, terdengar kasar, maksudku, betapa hebatnya cinta! Bisa merubah seseorang 360 derajat!

Tiba-tiba suara ponsel berbunyi dari tasnya.
"Oh, Mario nih, bentar ya girls.." Ia mengangkat teleponnya. "Hey, I'm inside the coffee shop with my girls, you gotta meet them!" katanya dengan nada yang ceria.
Ia menekan tuts ponselnya. "He's coming.", ting! matanya berbinar sekali lagi. Kali ini pipinya ikut merona.

Bo. Si Keti jatuh cinta. Keren. Serius.

Kat melambaikan tangannya kepada seorang pria, cukup tinggi, kira-kira 178cm, berbadan atletis, cukup lah, nggak perlu terlalu buff, rambut spike dan kacamata pintar. Tanpa aksesoris, lebih baik. Paduan polo shirt, jeans dan sneakers yang 'lucu'. Cara jalannya, maskulin, impresif.

Bo. Si Keti jatuh cinta. Milihnya pinter pula. Keren. Serius deh!

"Girls, this is Mario, my fiance"
Mario menyalami kami satu persatu dari Bebe, Fanny dan yang terakhir aku.

"Nina?"
Aku menyerengitkan dahi sambil berpikir keras. "eh?"
Kat bingung, "Lho kalian kenal?"
"Nina kan?" tanyanya sekali lagi, seakan-akan menghiraukan Kat.
"Err.. iya.."
"Ini gue, Ardi."

Ardi. Aku berusaha sekuat tenaga jiwa dan raga mengingat nama itu. Ardi.... Ardi....... Ardi..

OH!
"Ardianto yang satu SMU sama gue? Yang kelas 2 pindah ke Australi?"
"Iya iya. Apa kabar lo?"
"Baik banget. Oh my GOD, dunia ternyata kecil banget ya?" kataku sambil tergelak
Kat menggelendot pada lengan Mario, "Glad to know you know each other, jadi nggak perlu susah-susah ngedeketin kamu sama temen-temenku.."
Ardi, maksudku, Mario, menatap Kat lembut dan tersenyum padanya.

Senyuman dan tatapan yang dulu sempat hampir jadi milikku.
Mario Ardianto, eks. 2-4, my almost-lover.

*kepo: usil, pengen tauuuuuuu.. aja, nosy (english)