Friday, April 20, 2012

*merenung*

Sambil menatap postingan cerita (yang seharusnya) bersambung buatan saya sendiri. Bergidik.

Ikh. Ngutang parah yah gue?

Intinya mah, mood nulis ini cerita udah ilang.. and i'm not working on any writings at the moment.. so.. yeah.


Soal cerita Lulu dan Kresna, gak berani janji, ah.
But I will be back.

Friday, November 11, 2011

02 - Kamu percaya takdir? Aku percaya.

Takdir. Kamu percaya takdir? Aku percaya.

-

Kami berpisah sesaat setelah tangan kami bertaut dan bertukar nama. Hanya nama dan genggaman hangat, sehangat senyumannya.

Setelah itu, aku berjalan ke arah yang aku tuju, dan dia melanjutkan perjalanannya ke arah yang berlawanan. Aku tidak menoleh ke belakang sama sekali.

Kresna adalah laki-laki yang menarik, seingatku. Sekilas. But it was nothing, but coincidence.

Seluruh alam semesta yang tidak mengijinkan aku bersatu dengan Vincent, mempertemukan aku dengan seseorang yang sama-sama basah kuyup di tengah kekeringan.

Seperti sebuah pengingat bahwa aku tidak sendirian. Ada juga orang lain yang hidupnya tidak kalah miserable dengan hidupku.

Ngomong-ngomong, Kresna kemarin pakai kacamata tidak, sih?

-

Incoming Call. Vincent.
Getaran ponselku terdengar bahkan di ruangan yang sebenarnya cukup bising ini.

Vincent terus meneleponku semenjak dua hari yang lalu.. dan aku tidak punya nyali untuk mengangkatnya. Begitu pula dengan pesan singkat yang bertubi-tubi. Uh!

“Louisa! Kalo lo nggak mau angkat, gue yang angkat nih!,” kata Sandra, sahabat, partner bisnis, penasehat pribadiku.

“Jangan, iya iya, gue aja,” aku memegang tangannya yang sudah memegang ponselku. “Tapi gue nggak tau mesti ngomong apa sama dia.”

Ia lalu kembali duduk di dekat tumpukan kardus-kardus berisikan barang-barang bekas, lalu terdiam sejenak seakan tidak tahu harus mulai dari mana.

Lalu sekali lagi ponselku bergetar hebat di atas meja.

“Angkatttt!,” teriaknya sambil menimpukku dengan.. entah apa itu.
“Iya, iya!,” aku memandangi sejenak sambil membiarkan ponsel itu bergetar di tanganku. Angkat, nggak, angkat, nggak. Angkat? Nggak. Angkat! Nggak.. Uh!

“Lu, eventually lo harus ngomong juga kan sama dia.”
“Iya sih.”
“Jangan kelamaan.. kesian anak orang.”
“Mm.. iya.”
"Kalo lo diemin dia kaya gini tuh ya, kayak dia yang salah."
"Loh, jadi gue yang salah?"
"Yang jelas sih bukan dia yang salah ya.."
"Iya sih."
"Tapi bukan salah lo juga kalo lo tiba-tiba merasa bahwa lo gak bisa nikah sama dia."
"Iya.."
"Lo pasti punya alesan kan."
"Iya.."
"Tapi cara lo itu yang nggak bener. Masa dia nggak ada salah, terus lo diemin dia, cuekin setiap telpon dan sms dia?"
Aku terdiam.
"Angkat telponya, hadapi kayak orang dewasa."
"Iya buset deh."
“Jangan iya-iya aja.”
“Iyeeeee!”

Lalu getaran itu berhenti.

Aku membanting tubuhku ke sofa yang dingin sambil memandangi ponselku yang telah berhenti bergetar dan menghela nafas ku dengan berat.

Lalu Sandra menyusulku. “Lo itu kenapa sih?”
“Nggak tau,” aku menyesap teh-ku. "Aneh ya?"
“Inget nggak, dulu lo pernah bilang ke gue.. Dia udah yang paling mentok di dunia deh.”
“Inget,” aku menawarinya sekotak kue kering, “Kukis?”
Ia mengambil beberapa, “Terus? Dia ngajak lo kawin, gitu?”
I know!” Aku merebahkan kepalaku.
“Terus? Tiba-tiba lo merasa kalo kalian rasanya nggak ditakdirkan bersama? Atau lo ngerasa dia kurang baik untuk lo? Atau kebalikannya, lo tiba-tiba merasa lo kurang pantes untuk dia?”
“Mungkin.. sebagian kecil dari semuanya. Kecampur aduk jadi satu.”
“Atau lo aja yang belom pengen kawin.”
Aku nyengir.

Aku nggak akan bilang penyebab utamanya hujan, dong.

“Apapun alesan lo,” ia berdiri dan mengebas remah kue kering dari bajunya, “lo gak bisa ngabur terus. Kelarin sama Vincent. He deserves a decent closure.”
Aku terdiam.

Sandra berjalan menjauh dan kembali asyik dengan kardus-kardusnya.

Tanganku menekan tuts dan mencari nama Vincent. Memandanginya beberapa saat lalu menekan tombol 'call'.

“Hei.. Vincent..,” aku berjalan masuk ke ruangan dalam toko kami, meninggalkan Sandra di ruang utama yang masih berkutat dengan pekerjaannya.

-

Klining Klining, suara bel toko dibunyikan.

Sandra berjalan ke depan membuka pintu.

“Malam. Toko Second Opinion?”, laki-laki itu membawa karangan bunga yang besar.
“Iya. Ini dari siapa ya?”
“Ada kartunya, mbak.” Ia menyodorkan tanda terima, “Silakan tanda tangan disini.”
“Interiornya lucu banget, vintage.”
Sambil menandatangani tanda terimanya, “Makasih..”
“Toko apa ya kalau boleh tahu?”, sang kurir bunga pun bertanya layaknya bukan sekedar kurir.
“Kita jual barang bekas gitu.. Semacam thrifted store gitu lah.”
"Oh. Apa aja yang dijual? Fashion?"
"Macem-macem sih. Dari fashion kayak baju, aksesoris, sepatu, sampai pajangan, lukisan, apapun."
"Oh oke."

Sandra memperhatikan kurir yang terlihat rapi dan terpelajar itu dan kemudian menyerahkan tanda terimanya.

Setelah mengembalikan salinan tanda terimanya ia mundur setapak, “Sukses ya tokonya.”
“Oke. Makasih ya.”

Sandra menutup pintu sambil lalu mengintip kartu tersebut.

“Lu, kita dapet bunga nih,” ia meletakkan tanda terimanya di atas meja lalu menyusul Lulu ke dalam ruangan.

_


TANDA TERIMA


FlowerHaus
Petugas Pengantar: Kresna

Tanggal 23 Juli 2011


Telah diterima karangan bunga untuk Toko Second Opinion, Jakarta.
Oleh: Sandra
Jam: 19.02

Monday, November 7, 2011

New layout & Lulu dan Kresna

New layout (with temporary header - i'm just too busy to get the header done by today, ack!), and new series is up.

Belum dapet judulnya nih, but let's stick with Lulu dan Kresna dulu, oke?

Niat dari ceritanya sih lebih ke percintaan dan persahabatan dalam dunia sehari-hari. Kuantitas kegalauan akan tetap dipertahankan, tapi tidak sebanyak yang lalu-lalu, but let's see what I can do here... I'm trying, so fingers crossed!

Sebenarnya ada cerita lain yang teronggok lemas di hardisk, but what the heck, ah, pengen mulai yang baru dengan semangat novelog seperti Nina dulu ;) I will try my best to keep posting regularly, yay!


Masukan, kritik dan saran selalu ditunggu, just drop it at the comment link or you can email me - find it at the menu up there (yes, i just added menu so it will look like a website than a one page blog haha!)

Selamat menikmati :)
.. dan semoga header temporary-nya nggak ganggu ya? Namanya juga temporary. hihihi.

01 - Lulu dan Kresna

Seharusnya untukku hari ini menjadi hari yang paling cerah.

Bagaikan konspirasi alam, seakan-akan hujan mengacaukan segala yang kubayangkan akan menjadi indah hari ini. Seharusnya aku resmi menjadi tunangan seseorang, ya, hari ini.

-

Aku menatap bayanganku pada kaca depan restoran kesukaanku dan Vincent. Rambut yang telah di-roll semalaman hancur karena hujan. Riasanku juga hilang di sapu air yang berterbangan menyapa wajahku. Tidak adil. Ini harusnya menjadi momen yang penting!

Aku menatap lebih jauh ke dalam restoran. Vincent duduk di tempat favorit kami. Ia duduk membelakangi pintu masuk, seperti biasa. Ia menatap cangkir di depannya dalam-dalam, sesekali mengetuk-ngetukan jemarinya yang mengalungi cangkir tersebut. Ia mengenakan sweater hitam kesukaanku. Ia pasti tampak tampan, seperti biasa.

Beberapa saat lalu, Vincent menanyakan 'pertanyaan besar' itu. Bukannya aku tidak mencintai dia, tapi ini keputusan besar, aku tidak tahu apakah ini saat yang tepat untuk.. menjadi istri seseorang.

Tadi pagi aku bangun dengan keyakinan penuh bahwa Vincent lah Mr. Right-ku. Aku menelponnya, dengan sejuta - mungkin lebih, kupu-kupu di perutku, mengajaknya bertemu siang ini dan saat aku bertemu dengannya nanti, aku akan menerimanya bahkan sebelum ia sempat berkata-kata apapun. Menciumnya dengan penuh hasrat tanpa peduli akan dilihat semua orang. Ergh, mungkin tidak.

Namun hujan seakan pertanda. Sekarang, perasaanku berubah.
Mungkin aku memang tidak ditakdirkan bersama Vincent.

-

Aku percaya pertanda. Mungkin terdengar begitu bodoh dan dangkal, tapi aku mempercayai kutipan 'Everything happens for a reason'.

Vincent yang begitu tampan, dan baunya selalu menyenangkan. Ia tidak merokok, yang menurutku nilai plus, secara finansial mapan, kemampuan masak yang di atas pria pada umumnya, dan ia suka jazz ringan. Lucu kan? Uhh, aku mendadak merasa begitu bodoh dan dangkal.

Tanpa sadar aku telah berjalan cukup jauh, tanpa menoleh ke belakang sedikipun. Aku tidak menemuinya. Tapi aku berharap secarik kertas dan kotak kecil berwarna biru tua darinya yang kutitipkan pada salah satu pelayan cukup untuk membuatnya memaafkan aku.

Setelah ini tidak akan ada lagi drama percintaan antara aku dan Vincent. Paling tidak aku membebaskannya dari semua siklus kegalauanku. Mungkin Vincent tidak akan pernah memaafkanku. Aku bahkan tidak sanggup menemuinya dan mengatakannya langsung. Aku pantas dibenci, dan Vincent pantas mendapatkan yang lebih baik daripada aku.

Matahari saat ini bersinar cukup terik saat ini, bahkan cukup untuk mengeringkan semua hal di sekitarku, selain aku. Dengan rambut dan semua yang menempel di tubuhku basah saat semua yang ada di sekitarku kering, aku merasa seperti orang bodoh.

.. dan orang bodoh ini hanya ingin pulang ke rumah.

Aku mempercepat langkahku sambil menunduk, lalu dengan sukses menabrak seseorang, cukup keras rupanya sampai membuat semua bawaan kami jatuh ke lantai.

"Sorry.. sorry banget. Nggak sengaja. Nggak maksud juga nabrak. Aneh juga kan kalo sengaja?", racauku sambil memungut tasku lalu memandangi orang yang kutabrak, atau mungkin dia yang menabrakku. Laki-laki itu memungut buku bersampul biru yang tampak keriting, basah karena air, sebuah minuman kaleng yang isinya bahkan masih mengalir keluar, ponsel dengan tuts super banyak dan beberapa uang koin. Memangnya tangannya ada berapa?

"Sorry juga," ia tersenyum, lalu membuang kaleng di tangannya.

Tunggu. Kami tampak... serupa. Dia juga basah seperti aku.

Kami berpandangan sejenak lalu menahan senyum tersungging di bibir kami.

"Louisa," aku menawarkan tangan kananku padanya.
"Kresna," ia menyambutnya dengan hangat.

-

Rupanya hari ini jauh lebih cerah dari apa yang aku harapkan.

Friday, August 26, 2011

NicerandSillier got featured on JakFM!

Hello!

Lama nggak update, i know. Sebenernya banyak banget naskah teronggok di mesin saya, baik fiksi maupun curcol, tapi semuanya masih ngambang alias nggak nemuin mood yang enak untuk nyari lanjutan atau endingnya.. dan saya malahan bikin naskah-naskah baru! *pentung

Anyways,

Tanggal 11 Agustus kemarin, seorang cewek keren bernama Mya, salah satu teman baik saya mention di twitter, katanya blog ini di-feature di JakFM - kantornya (oh BTW, she's a music director, loh. Keren yaaa!), dan selama jam program tersebut, blog saya akan di promosikan 3 kali.

Jadiiii, mengudara deh niiih, nicerandsillier :)
Mari terus berkarya! Bersulaaaaaangggg!

Beyond happpppyyyyyy! Makasih yaa Mya! :*